Perpres no 5 tahun
2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan Terkesan sebagai Legalitas memberikan
Pengampunan kepada pelaku Pengrusakan hutan dan lingkungan Hidup
Guna efektivitas mendapatkan anggaran Pendapatan negara dari
sector Kehutanan dan pertambangan maka Pemerintah
melalui Presiden Prabowo Subianto
telah menandatangani Perpres
no 5 tahun 2025 tentang Penertiban
Kawasan Hutan pada tanggal 21 Januari
2025.
Dengan Perpres no 5
tahun 2025, Pemerintah dapat melakukan penguasaan kembali kawasan hutan yang
dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan, pertambangan tanpa izin.
Perpres no 5 tahun
2025 akan berperan dan memperkuat
tindakan pemerintah dalam penertiban kawasan hutan seperti sudah diatur dalam
Pasal 110A dan 110 B Undang-undang Cipta Kerja (UUCK).
Bentuk dan cara
tindakan penertiban kawasan hutan dilakukan dengan Penagihan denda
administratif, Penguasaan Kembali Kawasan Hutan; dan/atau Pemulihan aset di
Kawasan Hutan.
Perpres no 5 tahun
2025 membidik perkebunan, pertambangan,
atau kegiatan lain di kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan di kawasan hutan
lindung, konservasi maupun hutan produksi.
Bahwa menurut Kami Pemantau keuangan negara PKN
pemberlakuan Perpres no 5 tahun 2025
terkesan memberikan legalitas hukum kepada perusahaan pelaku Perambah
dan penguasaan hutan tampa ijin dan perusak lingkungan hidup ,karena
dalam Perpres no 5 tahun 2025
ini lebih di utamakan atau di tekankan kepada sangsi administrasi atau
denda . hal ini sangat bertentangan
dengan UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Perusakan
Hutan
Pasal 82
(3) Korporasi yang:
a. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan izin
pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
a;
b. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan tanpa
memiliki izin yang dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf b; dan/atau
c. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan secara
tidak sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).
Bahwa setelah kami baca dan cermati isi dari pada Perpres no 5 Tahun 2025 Menurut kami Pemantau keuangan negara PKN
pada Perpres no 5 Tahun 2025 ini ada pasal yang perlu di perbaiki karena akan
terjadi keragu raguan atau multi tafsir
nyaitu pada pasal 4 ayat 1 d dan 2 d yang menyatakan
Pasal 3
Penertiban
Kawasan Hutan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 2 dilakukan dengan:
a. penagihan Denda
Administratif;
b.Penguasaan Kembali Kawasan Hutan; dan/ atau
c. pemulihan aset di
Kawasan Hutan
Pasal 4
( 1) Penertiban
Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan pertambangan,
perkebunan, dan/atau kegiatan lain di
luar pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan
hasil hutan bukan kayu di KawasanHutan
Konservasi dan/atau Hutan Lindung yang:
a.telah memiliki
Perizinan Berusaha namun belum memiliki perizinan di bidang kehutanan, dikenakan
sanksi berupa Denda Administratif dan dilakukan Penguasaan Kembali;
b.tidak dilengkapi
salah satu komponen
Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi
berupa Denda Administratif dan
dilakukan Penguasaan Kembali;
c.tidak memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau
d.memiliki Perizinan
Berusaha namun diperoleh secara melawan hukum, diproses sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta
dilakukan Penguasaan Kembali.
(2) Penertiban
Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap
Orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di Kawasan Hutan Produksi yang:
a. memiliki
Perizinan Berusaha namun tidak memenuhi persyaratan dasar
dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dikenakan sanksi
berupa Denda Administratif dan dapat dilakukan Penguasaan Kembali;
b. tidak dilengkapi salah satu
komponen Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi
berupa Denda Administratif dan dapat
dilakukan Penguasaan Kembali;
c. tidak
memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan
sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau
d. memiliki
Perizinan Berusaha namun diperoleh
secara melawan hukum, diproses
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta dilakukan Penguasaan Kembali.
Karena Menurut kami PKN
Objek dari pada Perpres no 5 tahun 2025 adalah Hutan , karena banyak
Perusahaan melakukan usaha Perkebunan
sawit dan memperoleh Ijin perkebunan di
atas Kawasan lahan Hutan dengan demikian ijin ijin yang di peroleh sudah jelas
salah atau cacat karena lahan nya berada di Kawasan hutan .
CONTOH KASUS
a.Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid Sebanyak 194 perusahaan perkebunan
sawit masuk dalam bidikan pemerintah sebagai objek penertiban seperti diatur
dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025.perusahaan perkebunan sawit itu
mengelola lahan seluas 1.081.022 hektar (ha) dan tidak mendaftarkan Hak Atas
Tanah (HAT).
Seluas 1,081 juta (ha) ini sama sekali tidak daftar (HAT)
dan bapak Presiden sudah membentuk Satgas Kelapa Sawit yang dipimpin oleh Bapak
Menteri Pertahanan dan Wakilnya Pak Jaksa Agung, kami-kami sebagai anggota yang
194 ini akan kami serahkan kepada Satgas Kelapa Sawiit
b.Menurut Analisis Greenpeace Indonesia menyebut, masih ada
wilayah seluas 3,3 juta hektar tutupan hutan alam primer dan 6,5 juta lahan
gambut belum terlindungi di luar peta moratorium dan di luar kawasan hutan
lindung serta konservasi. Sementara wilayah moratorium masih terancam konsensi
perusahaan termasuk izin perkebunan sawit.
c.Sekitar 3,5 juta hektar lahan sawit teridentifikasi masuk
dalam kawasan hutan di seluruh Indonesia. Pelaku industri berdalih status lahan
mereka yang masuk hutan salah satunya karena regulasi yang kerap berubah.
Akibatnya, pelaku industri harus membayar denda yang besar karena masuknya
lahan ke kawasan hutan. Kondisi ini bisa mengancam keberlangsungan usaha
mereka.sumber kompas com https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/05/27/35-juta-hektar-lahan-sawit-di-dalam-hutan
Kami Pemantau Keuanga Negara PKN berharap pemberlakukan
Penpres no 5 Tahun 2025 dan Usaha Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas)
Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun
2025. Yang diberi mandat besar untuk
memberantas aktivitas ilegal di kawasan hutan, meningkatkan tata kelola lahan,
dan memaksimalkan penerimaan negara.
Yang mana Satgas Penertiban Kawasan Hutan berada langsung di
bawah koordinasi presiden. Struktur organisasi Satgas mencakup Pengarah yang
dipimpin oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Pelaksana yang
diketuai oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung.
Dapat berjalan sesuai dengan harapan Masyarakat
dan tidak ada mengunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok atau
kepentingan Politik dan murni untuk
kepentingan Rakyat demi kesejahteraan rakyat .
Jakarta 24 Februari 2025
PEMANTAU KEUANGAN
NEGARA PKN
PATAR SIHOTANG SH MH
KETUM
WA 082113185141